Author Archives: anisah ida raswati

About anisah ida raswati

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN UNSOED 2012.

Pemanfaatan Teknologi Informasi di Bidang Pertanian

Standar

Agriculture

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, termasuk bidang pertanian. Penetrasi TIK di bidang pertanian ini sering disebut dengan istilah electronic Agriculture yang disingkat e-Agriculture. FAO mengusulkan defenisi e-Agriculture sebagai berikut :
“e-Agriculture” is an emerging field in the intersection of agricultural informatics, agricultural development and entrepreneurship, referring to agricultural services, technology dissemination, and information delivered or enhanced through the Internet and related technologies. More specifically, it involves the conceptualization, design, development, evaluation and application of new (innovative) ways to use existing or emerging information and communication technologies (ICTs).
Pada dasarnya e-Agriculture adalah pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam bidang pertanian. Pemanfaatan ini dapat dilakukan di semua aktivitas pertanian, mulai dari proses produksi sampai pada pemasaran hasilnya. Pemanfaatan TIK dapat meliputi berbagai aspek, baik itu perangkat telekomunikasi, komputer ataupun perangkat lunaknya. Tentunya dengan e-Agriculture ini diharapkan TIK dapat dijadikan sebagai alat untuk membantu mengatasi berbagai kendala yang ada. Beberapa negara telah memiliki cerita sukses tentang e-Agriculture ini salah satunya India dengan e-Choupalnya, Demikian pula Jepang dan Korea yang telah memanfaatkan e-Agriculture. Di Indonesia, pemerintah berupaya untuk memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai instrumen akselerasi pembangunan pertanian. Dalam Rencana Strategik (RENSTRA) Departemen Pertanian, 2005-2009, telah dicanangkan kebijakan operasional program TIK, yaitu: (i). Pengembangan dan Penyelenggaraan Sistem Informasi dan Statistik Pertanian, (ii). Peningkatan Pemanfaatan dan Penyebaran Informasi, (iii). Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia dalam Bidang Statistik dan Sistem Informasi, dan (iv). Pengembangan dan Penataan Kelembagaan Sistem Informasi. Di Indonesia terdapat pula organisasi yang berfokus pada pemanfaatan TIK di bidang pertanian yaitu Himpunan Informatika Pertanian Indonesia (HIPI). Di bawah ini beberapa contoh riset dan pengalaman pemanfaatan TIK di bidang pertanian:
  1. Untuk mendukung perekaman jurnal kegiatan pertanian, Kouno dkk, telah mengembangkan sebuah sistem yang mengkombinasikan web camera dan sebuah robot metrologi. Web camera ini secara otomatis mengumpulkan foto-foto tanaman yang digunakan untuk menganalisa secara jarak jauh (remote) kondisi dan perkembangan tanaman.
  2. Sugawara, mengembangkan sebuah jurnal kegiatan pertanian berbasis mobile-phone untuk mengumpulkan data pertanian
  3. Otuka dan Yamakawa mengembangkan sistem berbasis PDA yang dikombinasikan dengan Global Positioning System (GPS) untuk mengumpulkan data pertanian dan lokasinya
  4. Fukatsu dkk mengembangkan sistem untuk memonitoring sebuah area pertanian, sistem ini diberi nama Field Server. Sistem ini memiliki sejumlah sensor untuk memantau suhu, kelembaban, sinar matahari, kondisi tanah. Serta memiliki fitur untuk terhubung ke jaringan Internet.
  5. Seorang petani jepang yang melengkapi greenhouse-nya dengan sistem web camera yang semula ditujukan untuk memantau kondisi dan perkembangan tanamannya, tetapi kemudian sistem ini digunakannya sebagai sistem untuk mempromosikan tanaman/buah2an yang ada di greenhouse-nya menggunakan web camera untuk memantau tanamannya dan mengubungkannya ke jaringan Internet, petani ini menjual tanamannya kepada pembeli dan memberikan kebebasan sang pembeli memantau perkembangan buah-buahan tersebut melalui web hingga siap dipanen.
Selain e-Agriculture, dalam bidang pertanian terdapat pula istilah electronic Agribusiness (e-Agribusiness) istilah ini mengacu pada kegiatan bisnis di pertanian (agribisnis) seperti pemasaran hasil-hasil pertanian yang memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi, salah satu contohnya pemanfaatan e-Commerce untuk bertransaksi hasil-hasil produksi di bidang pertanian.
Pemanfaatan TIK dalam Mendukung Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Dalam mendukung kegiatan pembangunan pertanian berkelanjutan, TIK memiliki peranan yang sangat penting untuk mendukung tersedianya informasi pertanian yang relevan dan tepat waktu. Informasi pertanian merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam produksi dan tidak ada yang menyangkal bahwa informasi pertanian dapat mendorong ke arah pembangunan yang diharapkan. Informasi pertanian merupakan aplikasi pengetahuan yang terbaik yang akan mendorong dan menciptakan peluang untuk pembangunan dan pengurangan kemiskinan. Integrasi yang efektif antara TIK dalam sektor pertanian akan menuju pada pertanian berkelanjutan melalui penyiapan informai pertanian yang tepat waktu relevan, yang dapat memberikan informasi yang tepat kepada petani dalam proses pengambilan keputusan berusahatani untuk meningkatkan produktivitasnya. TIK dapat memperbaiki aksesibilitas petani dengan cepat terhadap informasi pasar, input produksi, tren konsumen, yang secara positif berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi mereka. Informasi pemasaran, praktek pengelolaan ternak dan tanaman yang baru, penyakit dan hama tanaman/ternak, ketersediaan transportasi, informasi peluang pasar dan harga pasar input maupun output pertanian sangat penting untuk efisiensi produksi secara ekonomi (Maureen 2009).
Membangun sebuah masa depan elektronis (berwawasan TIK) yang berkelanjutan (sustainable e-future) memerlukan strategi dan program untuk menyiapkan petani dengan kompetensi TIK. Hal ini bermanfaat untuk mendukung perdagangan dan kewirausahaan, sehingga pemerintah dapat meningkatkan kapasitas petani untuk berperan serta dan bermanfaat bagi tiap pertumbuhan ekonomi. Dengan mengintegrasikan TIK dalam pembangunan pertanian berkelanjutan melalui peningkatan kapasitas petani, maka petani akan berfikir dengan cara yang berbeda, berkomunikasi secara berbeda, dan mengerjakan bisnisnya secara berbeda.
Istilah pembangunan berkelanjutan pertama kali muncul pada tahun 1980 dalam World Conservation Strategy dari the International Union for the Conservation of Nature (IUCN), lalu pada tahun 1981 dipakai oleh Lester R. Brown dalam buku Building a Sustainable Society (Keraf 2002). Istilah tersebut kemudian menjadi sangat populer ketika pada tahun 1987 World Commision on Environment and Development atau dikenal sebagai Brundtland Commision menerbitkan buku berjudul Our Common Future (Fauzi 2004). Tahun 1992 merupakan puncak dari proses politik yang akhirnya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brasil, paradigma pembangunan berkelanjutan diterima sebagai sebuah agenda politik pembangunan untuk semua negara di dunia (Keraf 2002).
Konsep berkelanjutan merupakan konsep yang sederhana namun kompleks, sehingga pengertian keberlanjutan pun sangat multi-dimensi dan multi-interpretasi. Karena adanya multi-dimensi dan multi-interpretasi ini, para ahli sepakat untuk sementara mengadopsi pengertian yang telah disepakati oleh Komisi Brundtland yang menyatakan bahwa “pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka” (Fauzi 2004). Konsep keberlanjutan ini paling tidak mengandung dua dimensi, yaitu dimensi waktu karena keberlanjutan tidak lain menyangkut apa yang akan terjadi di masa mendatang, dan dimensi interaksi antara sistem ekonomi dan sistem sumber daya alam dan lingkungan (Heal 1998 dalam Fauzi 2004).
Pezzey melihat aspek keberlanjutan dari sisi yang berbeda. Keberlanjutan memiliki pengertian statik dan dinamik. Keberlanjutan statik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam terbarukan dengan laju teknologi yang konstan, sementara keberlanjutan dinamik diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat teknologi yang terus berubah. Adapun Haris melihat bahwa konsep keberlanjutan dapat diperinci menjadi tiga aspek pemahaman (Fauzi 2004), yaitu:
1. Keberlanjutan ekonomi, yang diartikan sebagai pembangunan yang mampu menghasilkan barang dan jasa secara kontinu untuk memelihara keberlanjutan pemerintahan dan menghindari terjadinya ketidakseimbangan sektoral yang dapat merusak produksi pertanian dan industri.
2. Keberlanjutan lingkungan: Sistem yang berkelanjutan secara lingkungan harus mampu memelihara sumber daya yang stabil, menghindari eksploitasi sumber daya alam dan fungsi penyerapan lingkungan. Konsep ini juga menyangkut pemeliharaan keanekaragaman hayati, stabilitas ruang udara dan fungsi ekosistem lainnya yang tidak termasuk kategori sumber-sumber ekonomi.
3. Keberlanjutan sosial: Keberlanjutan secara sosial diartikan sebagai sistem yang mampu mencapai kesetaraan, menyediakan layanan sosial termasuk kesehatan, pendidikan, gender dan akuntabilitas politik.
Menurut Munasinghe (1993), pembangunan berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi (economic objective), tujuan ekologi (ecological objective) dan tujuan sosial (social objective). Tujuan ekonomi terkait dengan masalah efisiensi (efficiency) dan pertumbuhan (growth); tujuan ekologi terkait dengan masalah konservasi sumber daya alam (natural resources conservation); dan tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan kemiskinan (poverty) dan pemerataan (equity). Dengan demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial.
Menurut Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR 1988), “pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber daya alam” (pengelola usaha tani yang memiliki tingkat keberdayaan berkelanjutan). Diharapkan pertanian yang berkelanjutan akan menghasilkan pula petani yang berdaya secara berkelanjutan pula.
Ciri-ciri pertanian berkelanjutan adalah sebagai berikut:
1. Mantap secara ekologis, yang berarti kualitas sumber daya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan–dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola serta kesehatan tanaman dan hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumber daya lokal digunakan secara ramah dan yang dapat diperbaharui.
2. Dapat berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan dan dapat melestarikan sumber daya alam dan meminimalisasikan risiko.
3. Adil, yang berarti sumber daya dan kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua anggota masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan modal yang memadai dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk berperanserta dalam pengambilan keputusan di lapangan dan di masyarakat.
4. Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup (manusia, tanaman, hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar (kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan memelihara integritas budaya dan spiritual masyarakat.
5. Luwes, yang berarti masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah, kebijakan dan permintaan pasar.
Dalam “World Summit on the Information Society five years on: Information and communications Technology for Inclusive Development” (ESCAP 2008) dinyatakan bahwa wilayah Asia-Pacific menghadapi berbagai tantangan dalam menghadapi target tujuan pembangunan pada millennium pertama (antara tahun 1990 dan 2015), sejumlah penduduk menderita karena kelaparan. Keberlanjutan pertanian dan keamanan pangan terancam oleh rendahnya hasil pertanian, miskinnya pengelolaan sumber daya tanah dan air, serta pendidikan tenaga kerja bidang pertanian yang berada di bawah standar. Kondisi penduduk tersebut juga sangat rentan terhadap bencana, seperti keringan, banjir, gempa bumi dan tanah longsor. Teknologi informasi dan komunikasi dapat diterapkan dalam mendukung manajemen sumber daya, pemasaran, penyuluhan dan mengurangi resiko kehancuran untuk membantu negara-negara meningkatkan produksi pangan dan mengurangi ancaman terhadap ketahanan pangan.
Berdasarkan penelitian Wahid (2006) terhadap pemanfaatan kafe internet, faktanya diketahui bahwa penggunaan internet (aplikasi teknologi informasi) cenderung dimanfaatkan khususnya untuk meningkatkan kapabilitas pendidikan secara personal dan pengalaman internet, sekolahan di Indonesia dan negara berkembang lainnya dapat memainkan peranan yang penting dalam mengembangkan sikap dan keahliannya untuk meningkatkan manfaat sosial dari penggunaan web. Hal ini berarti juga mendidik masyarakat dalam bagaimana caranya menggunakan web tersebut untuk mencari informasi yang tepat dan relevan dalam bahasa yang dapat dipahami. Selanjutnya, Purbo (2002) memiliki argumentasi bahwa pergerakan golongan akar rumput (grassroots movements) mendorong pengembangan akses dan pemanfaatan internet di Indonesia.
Meskipun masih terdapat beberapa kendala sehingga pemanfaatan TIK menjadi sangat komplek dan sulit untuk diadopsi, TIK sebenarnya dapat menyediakan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai suatu tingkatan tertentu yang lebih baik bagi petani. Hal ini ditunjukkan ketika beberapa lembaga penelitian dan pengembangan menyampaikan studi kasus yang mendeskripsikan bagaimana TIK telah dimanfaatkan oleh petani dan stakeholders usahawan pelaku bidang pertanian sehingga memperoleh peluang yang lebih besar untuk memajukan kegiatan usahataninya. Keberhasilan pemanfaatan TIK oleh petani di Indonesia dalam memajukan usahataninya ditunjukkan oleh beberapa kelompok tani yang telah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi hasil produksinya dengan menggunakan fasilitas yang disediakan Community Training and Learning Centre (CTLC) di Pancasari (Bali) dan Pabelan (Salatiga) yang dibentuk Microsoft bekerja sama dengan lembaga nonprofit di bawah Program Unlimited Potential.
Melalui akses informasi digital dari internet, petani mengenal teknologi budidaya paprika dalam rumah kaca. Sejak mengirimkan profil produksi di internet, permintaan terhadap produk pertanian yang diusahakan terus berdatangan. Promosi melalui internet dapat memutus hubungan petani dengan tengkulak yang sering memberikan harga jauh di bawah harga pasar (Sigit et al. 2006). Melalui Unit Pelayanan Informasi Pertanian tingkat Desa–Program Peningkatan Pendapatan Petani melalui inovasi (UPIPD-P4MI) yang dilaksanakan oleh Badan Litbang Pertanian, petani di sekitar lokasi UPIPK sudah memanfaatkan internet untuk akses informasi dan promosi hasil pertanian yang diusahakan (UPIPD Kelayu Selatan- P4MI 2009).
Manfaat yang dapat diperoleh melalui kegiatan aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (Mulyandari 2005), khususnya dalam mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan di antaranya adalah:
1. Mendorong terbentuknya jaringan informasi pertanian di tingkat lokal dan nasional.
2. Membuka akses petani terhadap informasi pertanian untuk: 1) Meningkatkan peluang potensi peningkatan pendapatan dan cara pencapaiannya; 2) Meningkatkan kemampuan petani dalam meningkatkan posisi tawarnya, serta 3) Meningkatkan kemampuan petani dalam melakukan diversifikasi usahatani dan merelasikan komoditas yang diusahakannya dengan input yang tersedia, jumlah produksi yang diperlukan dan kemampuan pasar menyerap output.
3. Mendorong terlaksananya kegiatan pengembangan, pengelolaan dan pemanfaatan informasi pertanian secara langsung maupun tidak langsung untuk mendukung pengembangan pertanian lahan marjinal.
4. Memfasilitasi dokumentasi informasi pertanian di tingkat lokal (indigeneous knowledge) yang dapat diakses secara lebih luas untuk mendukung pengembangan pertanian lahan marjinal.
Hambatan dalam Aplikasi TIK
Meskipun disadari TIK memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, namun sampai saat ini petani di dunia, khususnya di Indonesia masih belum dipertimbangkan dalam bisnis TIK dan lingkungan kebijakan. Fakta yang agak mengejutkan adalah bahwa aplikasi TIK memiliki kontribusi yang tidak terukur secara ekonomi bagi masing-masing GDPs.
Dalam waktu yang sama, pemanfaatan TIK dalam pembangunan pertanian berkelanjutan membutuhkan proses pendidikan dan peningkatan kapasitas karena masih terdapat kesenjangan secara teknis maupun keterampilan dalam bisnis secara elektronik (e-business).
Survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural Sciences (ISHS) telah mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam mengadopsi TIK oleh petani khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan; kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat TIK, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Partisipan dari negara-negara maju menekankan pada hambatan: tidak adanya manfaat ekonomi yang dapat dirasakan, tidak memahami nilai lebih dari TIK, tidak cukup memiliki waktu untuk menggunakan teknologi dan tidak mengetahui bagaimana mengambil manfaat dari penggunaan TIK. Responden dari negara-negara berkembang menekankan pentingnya “biaya teknologi TIK” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi.” Hasil kuesioner dari the Institute for Agricultural and Fisheries Research sejalan dengan survei ISHS dan survey dari the European Federation for Information Technology in Agriculture (EFITA) yang mengindikasikan adanya suatu pergeseran dari kecakapan secara teknis TIK sebagai suatu faktor pembatas menuju pada kesenjangan pemahaman bagaimana mengambil manfaat dari pilihan TIK yang bervariasi (Taragola et al. 2009).
TIK memiliki peranan yang sangat penting dalam pertanian modern dan menjaga keberlanjutan pertanian dan ketahanan pangan. Namun demikian, untuk wilayah negara-negara berkembang masih banyak mengalami kendala dalam aplikasinya untuk mendukung pengembangan pertanian berkelanjutan. Tantangan yang umum dihadapi adalah bahwa akses telepon dan jaringan elektronik di perdesaan dan wilayah terpencil (remote area) sangat terbatas; telecenter yang menawarkan layanan TIK masih langka karena biaya yang diperlukan akibat tingginya investasi dan biaya operasional yang dibutuhkan. Kekurangan pada tingkatan lokal dalam aplikasi TIK perlu dipikirkan dalam merancang strategi aplikasi TIK sesuai dengan kondisi di lapangan yang spesifik lokasi baik melalui kapasitas teknologi tradisional, seperti siaran radio. emerintah dan masyarakat perdesaan dapat bekerja bersama untuk melayani pengguna atas dasar profitabilitas di samping ada unsur sosial untuk mendukung keberlanjutan aplikasi TIK di tingkat perdesaan.
Berdasarkan Survei yang dilakukan oleh the International Society for Horticultural Sciences (ISHS) hambatan-hambatan dalam mengadopsi TIK oleh petani khususnya petani hortikultura, yaitu: keterbatasan kemampuan; kesenjangan dalam pelatihan (training), kesadaran akan manfaat TIK, waktu, biaya dari teknologi yang digunakan, integrasi sistem dan ketersediaan software. Untuk responden dari negara-negara berkembang menekankan pentingnya “biaya teknologi TIK” dan “kesenjangan infrastruktur teknologi (Taragola et al. 2009).
Beberapa hambatan dalam aplikasi TIK untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan yang berhasil diidentifikasi oleh Sumardjo et al. (2009) secara ringkas adalah sebagai berikut:
1. Belum adanya komitmen dari manajemen di level stakeholders managerial yang ditunjukkan dengan adanya kebijakan yang belum konsisten.
2. Kemampuan tingkat manajerial pimpinan di level stakeholders (khususnya di lingkup pemda dan dinas kabupaten) sebagian besar masih belum memiliki kapasitas di bidang teknologi informasi, sehingga banyak sekali proses pengolahan input yang seharusnya dapat difasilitasi dengan aplikasi teknologi informasi tidak diperhatikan dan bahkan cenderung dihindari penerapannya.
3. Sebagian besar level manajerial belum mengetahui secara persis konsep aplikasi teknologi informasi, sehingga berimplikasi pada rendahnya aplikasi teknologi informasi untuk mendukung operasionalisasi pelaksanaan tugas sehari-hari.
4. Infrastruktur penunjang tidak mendukung operasi pengelolaan dan penyebaran informasi pertanian yang berbasis teknologi informasi, seperti misalnya pasokan listrik yang masih kurang memadai, perlengkapan hardware tidak tersedia secara mencukupi baik kualitas maupun kuantitasnya, gedung atau ruangan yang tidak memadai, serta jaringan koneksi internet yang masih sangat terbatas (khususnya untuk wilayah remote area).
5. Biaya untuk operasional aplikasi teknologi informasi untuk akses dan pengelolaan informasi yang disediakan oleh pemerintah daerah khususnya sangat tidak memadai terutama untuk biaya langganan ISP untuk pengelolaan informasi yang berbasis internet.
6. Infrastruktur telekomunikasi yang belum memadai dan mahal. Kalaupun semua fasilitas ada, harganya masih relatif mahal.
7. Tempat akses informasi melalui aplikasi teknologi informasi sangat terbatas. Di beberapa tempat di luar negeri, pemerintah dan masyarakat bergotong-royong untuk menciptakan access point yang terjangkau, misalnya di perpustakaan umum (public library). Di Indonesia hal ini seharusnya dapat dilakukan di kantor pos, kantor pemerintahan dan tempat-tempat umum lainnya.
8. Sebagian usia produktif dan yang bekerja di lembaga subsistem jaringan informasi inovasi pertanian tidak berbasis teknologi informasi, sehingga semua pekerjaan jalan seperti biasanya dan tidak pernah memikirkan efisiensi atau pemanfaatan teknologi informasi yang konsisten.
9. Dunia teknologi informasi terlalu cepat berubah dan berkembang, sementara sebagian besar sumber daya manusia yang ada di lembaga subsistem jaringan informasi inoasi pertanian cenderung kurang memiliki motivasi untuk terus belajar mengejar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga seringkali kapasitas SDM yang ada tidak dapat mengikuti perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan cenderung menjadi lambat dalam menyelesaikan tugas.
10. Kemampuan kapasitas SDM dalam aplikasi teknologi informasi dan komunikasi, khususnya di level penyuluh pertanian ataupun fasilitator tingkat desa sebagai motor pendamping pelaksana pembangunan pertanian di daerah masih sangat terbatas.
11. Keterbatasan kemampuan dan pengetahuan petani atau pengguna akhir dalam pemanfaatan teknologi informasi dalam akses informasi inovasi pertanian dan mempromosikan produknya ke pasar yang lebih luas.
12. Dari segi sosial budaya, kultur berbagi masih belum membudaya. Kultur berbagi (sharing) informasi dan pengetahuan untuk mempermudah akses dan pengelolaan informasi belum banyak diterapkan oleh anggota lembaga stakeholders. Di samping itu, kultur mendokumentasikan informasi/data juga belum lazim, khususnya untuk kelembagaan yang berada di daerah.
Rekomendasi Aplikasi TIK dalam Mendukung  Pembangunan Pertanian Berkelanjutan
Studi yang telah dilakukan oleh ENRAP di Asia Pasifik (termasuk di Indonesia) menemukan bahwa kesuksesan (efektivitas) intervensi aplikasi TIK utamanya tergantung pada dampaknya terhadap mata pencaharian dan aset mata pencaharian. Keberlanjutan (sustainability) suatu intervensi aplikasi TIK memiliki mempunyai dua aspek penting, yaitu: kemampuan dalam melanjutkannya dalam jangka panjang dan kemampuannya untuk mengurangi sifat mudah terlukanya (vulnerabilities) dari target beneficiaries.
Adapun kesadaran dan komitmen stakeholders, ketepatan relevansi isi, penggunaan bahasa lokal dan upaya penyediaan akses terhadap intervensi TIK adalah faktor kritis lain yang penting bagi keefektivan dan kesuksesan dari suatu intervensi aplikasi ICT yang ditargetkan bagi kehidupan masyarakat perdesaan. Intervensi yang bersifat demand-driven dalam fungsinya seperti halnya teknologi tepat guna (sesuai dengan yang dipilih atau diinginkan pengguna) mempunyai prevalensi kesuksesan yang lebih tinggi (ENRAP 2009).
Perkembangan TIK seperti komputer dan teknologi komunikasi, khususnya internet dapat digunakan untuk menjembatani informasi dan pengetahuan yang tersebar di antara yang menguasai informasi dan yang tidak. Akses terhadap komunikasi digital membantu meningkatkan akses terhadap peluang pendidikan, meningkatkan transparansi dan efisiensi layanan pemerintah, memperbesar partisipasi secara langsung dari ”used-to-be-silent-public” (masyarakat yang tidak mampu berpendapat) dalam proses demokrasi, meningkatkan peluang perdagangan dan pemasaran, memperbesar pemberdayaan masyarakat dengan memberikan suara kepada kelompok yang semula tidak bersuara (perempuan) dan kelompok yang mudah diserang, menciptakan jaringan dan peluang pendapatan untuk wanita, akses terhadap informasi pengobatan untuk masyarakat yang terisolasi dan meningkatkan peluang tenaga kerja (Servaes 2007).
Salah satu yang direkomendasikan untuk implementasi TIK dalam pemberdayaan di negara berkembang adalah sebuah telecenter atau pusat multimedia komunitas yang terdiri atas desktop untuk penerbitan, surat kabar komunitas, penjualan atau penyewaan alat multimedia, peminjaman buku, fotokopi, dan layanan telepon/faks. Apabila memungkinkan dapat pula dilengkapi dengan akses internet dan penggunaan telepon genggam untuk meningkatkan akses pengusaha dan petani di perdesaan akses informasi untuk meningkatkan kesejahterannya. TIK merupakan alat yang sangat bermanfaat untuk knowledge sharing, namun seringkali belum dapat memecahkan permasalahan pembangunan yang disebabkan oleh isu sosial, ekonomi dan politik. Informasi pun seringkali belum dapat digunakan sebagai pengetahuan karena belum mampu diterjemahkan langsung oleh masyarakat (Servaes 2007).
Leeuwis (2004) menyatakan bahwa pesan dan teknologi (inovasi) pertanian yang dipromosikan oleh agen penyuluhan sering tidak sesuai dan tidak mencukupi. Hal ini memberikan implikasi bahwa informasi yang ditujukan pada petani dan agen penyuluh sangat terbatas karena beberapa faktor, di antaranya adalah: staf universitas dari disiplin yang berbeda, peneliti yang terlibat, politisi, pengambil kebijakan, agroindustri dan birokrat yang memainkan peranan dalam proses promosi inovasi pertanian tersebut. Konsekuensinya, inovasi yang terpadu hanya dapat diharapkan muncul ketika berbagai aktor (termasuk petani), yang dapat mempengaruhi kecukupan pengetahuan dan teknologi, bekerjasama untuk memperbaiki kinerja kolektif. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki fungsi dari sistem pengetahuan dan informasi pertanian (Agricultural Knowledge and Information System–AKIS).
Sistem pengetahuan dan informasi pertanian dapat berperan dalam membantu petani dengan melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga mampu memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di lapangan. Peningkatan efektivitas jejaring pertukaran informasi antarpelaku agribisnis terkait merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan implementasi TIK serta peran aktif berbagai kelembagaan terkait upaya untuk mewujudkan jaringan informasi inovasi bidang pertanian sampai di tingkat petani dapat diwujudkan. Keberhasilan proses knowledge sharing inovasi pertanian sangat bergantung pada peran aktif dari berbagai institusi terkait yang memiliki fungsi menghasilkan inovasi pertanian maupun yang memiliki fungsi untuk mengkomunikasikan inovasi pertanian.
Rekomendasi aplikasi TIK dalam mendukung pembangunan pertanian yang berkelanjutan adalah aplikasi TIK yang mendorong terjadinya knowledge sharing untuk meningkatkan fungsi sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan demikian, aplikasi TIK tersebut dapat berperan dalam membantu petani dengan melibatkannya secara langsung dengan sejumlah besar kesempatan, sehingga mampu memilih kesempatan yang sesuai dengan situasi dan kondisi faktual di lapangan. Peningkatan efektivitas jejaring pertukaran informasi antarpelaku agribisnis terkait merupakan aspek penting untuk mewujudkan sistem pengetahuan dan informasi pertanian. Dengan dukungan TIK serta peran aktif berbagai kelembagaan pengetahuan terkait pertanian dan kelembagaan-kelembagaan pendukung lainnya yang berpotensi untuk bersinergi, upaya untuk mewujudkan jaringan informasi bidang pertanian sampai di tingkat kelompok petani dapat diwujudkan. Keberhasilan proses knowledge sharing inovasi pertanian sangat bergantung pada peran aktif dari berbagai institusi terkait yang memiliki fungsi menghasilkan inovasi pertanian maupun yang memiliki fungsi untuk memproses dan mengkomunikasikan inovasi pertanian berkelanjutan, khususnya penyuluh pertanian dan petani.
Berdasarkan permasalahan yang masih banyak dihadapi dalam implementasi TIK untuk mendukung pembangunan pertanian, maka aplikasi TIK dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kesiapan sumber daya yang ada di daerah. Aplikasi TIK diarahkan untuk mendukung percepatan akses pelaku pembangunan pertanian terhadap sumber informasi yang dibutuhkan sekaligus merupakan sarana untuk mempercepat proses pertukaran informasi antarpihak-pihak terkait dalam proses pembangunan pertanian berkelanjutan.
Mengingat keterbatasan sumber daya dan pengetahuan pelaku pembangunan pertanian di level grass root, maka aplikasi TIK perlu dimodifikasikan dengan media konvensional. Berbagai sarana telekomunikasi dan media komunikasi dapat difungsikan untuk mempercepat proses berbagi pengetahuan di setiap level pelaku pembangunan pertanian. Aplikasi TIK dapat diterapkan sampai di level kecamatan dalam bentuk pusat-pusat informasi pertanian untuk mempercepat proses berbagi pengetahuan antara pelaku pembangunan pertanian sampai di tingkat kecamatan dengan pelaku pembangunan pertanian di tingkat regional, nasional, bahkan global. Selanjutnya informasi yang diperoleh malalui aplikasi teknologi informasi, misalnya internet dapat disederhanakan dan dikemas kembali sesuai kebutuhan dan karakteristik pengguna akhir oleh penyuluh pertanian atau fasilitator baik formal maupun nonformal. Informasi yang sudah diolah dan dikemas kembali dalam format yang sesuai dengan karakteristik pengguna dapat disebarkan lebih lanjut melalui berbagai media komunikasi yang tersedia di tingkat pelaku pembangunan pertanian sampai di tingkat petani. Sebaliknya, informasi yang berasal dari pelaku pembangunan pertanian yang berada di grass root juga dapat didokumentasikan sebagai indigenous knowledge yang dapat dijadikan sebagai bahan pengambil kebijakan maupun pengembangan pengetahuan lebih lanjut.
Komunikasi banyak langkah masih relevan untuk diterapkan dalam mendukung percepatan proses berbagi pengetahuan di antara pelaku pembangunan pertanian sehingga pembangunan pertanian dapat berlangsung secara berkelanjutan. Secara ringkas mekanisme aplikasi TIK yang dimodifikasikan dengan komunikasi banyak langkah untuk mempercepat proses berbagi pengetahuan di setiap level pelaku pembangunan pertanian (dimodifikasi dari Mulyandari 2005). Dalam strategi rancangan aplikasi TIK dalam mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan, terdapat tiga tahapan utama dengan asumsi di tingkat kecamatan dibangun pusat informasi pertanian di tingkat kabupaten dapat operasional secara optimal.
Internet memberi informasi kepada para petani dalam pemeliharaan tanaman dan hewan, pemberian pupuk, irigasi, ramalan cuaca dan harga pasaran. Manfaat internet menguntungkan para petani dalam hal kegiatan advokasi dan kooperasi.
Internet juga bermanfaat untuk mengkoordinasikan penanaman agar selalu ada persediaan di pasar, lebih teratur dan harga jual normal. Jika para petani memerlukan informasi khusus yang tidak dapat segera dilayani para petugas penyuluhan pertanian, maka mereka bisa mendapatkan informasi tersebut dari internet.
Dengan lancarnya arus informasi, keterlambatan dan miskomunikasi mengenai penanaman, pemupukan, penyemprotan, pemanenan, pengeringan, dan penjualan hampir tidak terjadi lagi. Koperasi dapat mengetahui kebutuhan mingguan para petani secara akurat dan menjadwalkannya dengan baik, musim panen dapat dirotasi, harga lebih stabil, sementara koperasi dapat menjadi pengumpul dan pemasar hasil produksi langsung kepada konsumen akhir. Peran tengkulak dan pengijon secara bertahap dieliminasi.
Harapannya TIK ini dapat digunakan oleh sebanyak mungkin petani Indonesia atau bahkan para petani di dunia agar produktivitas padi mereka meningkat, dan dijadikan sebagai alat pengembangan pertanian, demikian pula untuk kesejahteraan hidupnya.
Berikut kesimpulan yang dapat ditarik:
Pembangunan pertanian dan perdesaan yang berkelanjutan merupakan isu penting strategis yang universal diperbincangkan dewasa ini. Dalam menghadapi era globalisasi pembangunan pertanian berkelanjutan tidak terlepas dari pengaruh pesatnya perkembangan iptek termasuk perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Integrasi yang efektif antara TIK dalam sektor pertanian akan menuju pada pertanian berkelanjutan melalui penyiapan informai pertanian yang tepat waktu relevan, yang dapat memberikan informasi yang tepat kepada petani dalam proses pengambilan keputusan berusahatani untuk meningkatkan produktivitasnya. TIK dapat memperbaiki aksesibilitas petani dengan cepat terhadap informasi pasar, input produksi, tren konsumen, yang secara positif berdampak pada kualitas dan kuantitas produksi mereka. Informasi pemasaran, praktek pengelolaan ternak dan tanaman yang baru, penyakit dan hama tanaman/ternak, ketersediaan transportasi, informasi peluang pasar dan harga pasar input maupun output pertanian sangat penting untuk efisiensi produksi secara ekonomi.
Beberapa hambatan dalam aplikasi TIK untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan di antaranya adalah: belum adanya komitmen dari manajemen di level stakeholders managerial, SDM tingkat manajerial pimpinan di level stakeholders sebagian besar masih belum memiliki kapasitas di bidang teknologi informasi, infrastruktur penunjang tidak mendukung operasi pengelolaan dan penyebaran informasi pertanian yang berbasis teknologi informasi, biaya untuk operasional aplikasi teknologi informasi dalam implementasi cyber extension yang disediakan oleh pemerintah daerah khususnya sangat tidak memadai terutama untuk biaya langganan ISP untuk pengelolaan informasi yang berbasis internet, tempat akses informasi melalui aplikasi teknologi informasi sangat terbatas, dan dari segi sosial budaya, kultur berbagi masih belum membudaya.
Mengingat keterbatasan sumber daya dan pengetahuan pelaku pembangunan pertanian di level grass root, maka aplikasi TIK perlu dimodifikasikan dengan media konvensional. Berbagai sarana telekomunikasi dan media komunikasi dapat difungsikan untuk mempercepat proses berbagi pengetahuan di setiap level pelaku pembangunan pertanian. Komunikasi banyak langkah masih relevan untuk diterapkan dalam mendukung percepatan proses berbagi pengetahuan di antara pelaku pembangunan pertanian sehingga pembangunan pertanian dapat berlangsung secara berkelanjutan.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Bidang Pangan
Selain dimanfaaatkan dalam bidang pertanian, teknologi informasi juga dimanfaatkan dalam bidang pangan. Salah satu pemanfaatannya yaitu pembuatan paket informasi berupa audio-visual dan CD interaktif  yang bertemakan pangan yang diintegrasikan ke dalam sebuah situs/website agar masyarakat luas dapat mengakses dan mengambil manfaat dari informasi yang disampaikan. CD interaktif yang mengangkat tema pangan ini misalnya saja membahas pangan olahan yang dapat dibuat dengan menggunakan jagung dan nanas. Pengembangan paket informasi website dilakukan dengan menggunakan open source, dimana paket informasi audiovisual dan CD interaktif yang diintegrasikan kedalam website diubah formatnya terlebih dahulu agar sesuai dengan standar dan untuk kemudahan/kelancaran akses.
Paket informasi yang dikembangkan mudah untuk digunakan serta memiliki nilai manfaat serta banyak orang yang menyukai paket informasi ini. Paket informasi yang diintegrasikan tersebut diharapkan dapat menjadi sumber acuan informasi bagi masyarakat yang ingin mengetahui segala hal tentang pangan olahan melalui pemanfaatan teknologi informasi dan multimedia. Dengan kata lain, pemasangan iklan di internet pada situs-situs tertentu akan mempermudah kegiatan promosi dan pemasaran suatu produk. Diharapkan pula paket informasi yang dikembangkan ini dapat menambah dan melengkapi koleksi informasi mengenai pangan dalam rangka usaha untuk memperbaiki kualitas pangan di Indonesia.

ZAT ADITIF

Standar

Pengawet

Bahan pengawet adalah zat kimia yang dapat menghambat kerusakan pada makanan, karena serangan bakteri, ragi, cendawan.[2] Reaksi-reaksi kimia yang sering harus dikendalikan adalah reaksi oksidasi, pencoklatan (browning) dan reaksi enzimatis lainnya.[2] Pengawetan makanan sangat menguntungkan produsen karena dapat menyimpan kelebihan bahan makanan yang ada dan dapat digunakan kembali saat musim paceklik tiba.[2] Contoh bahan pengawet adalah natrium benzoat, natrium nitrat, asam sitrat, dan asam sorbat.

MACAM-MACAM ZAT ADITIF MAKANAN DAN BAHAYANYA

Jika kamu mengonsumsi zat aditif buatan pada makanan dalam jumlah berlebih dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan gangguan-gangguan kesehatan antara lain :

Nama zat pengawet dan Penyakit yang ditimbulkan
1.Formalin :
Kanker paru-paru, gangguan pada alat pencernaan, penyakit jantung dan merusak sistem saraf.

2.Boraks :
Mual, muntah, diare, penyakit kulit, kerusakan ginjal, serta gangguan pada otak dan hati.

3.Natamysin :
Mual, muntah, tidak nafsu makan, diare dan perlukaan kulit. Biasanya terdapat dalam keju dan daging.

4.Kalium Asetat :
Kerusakan fungsi ginjal.Biasanya terdapat dalam makanan dalam keleng.

5.Nitrit dan Nitrat :
Keracunan, mempengaruhi kemampuan sel darah membawa oksigen ke berbagai organ tubuh, sulit bernapas, sakit kepala, anemia, radang ginjal, dan muntah-muntah.

6.Kalsium Benzoate :
Memicu terjadinya serangan asma.

7.Sulfur Dioksida :
Perlukaan lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.

9.Kalsium dan Natrium propionate :
Penggunaaan melebihi angka maksimum tersebut bisa menyebabkan migren, kelelahan, dan kesulitan tidur.

10.Natrium metasulfat :
Alergi pada kulit

BORAKS

Boraks merupakan serbuk kristal putih, tidak berbau, larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, pH 9,5.Boraks memiliki sejumlah nama lain seperti ; sodium borate dan boron sodium oksida. Dipasar borak dikenal juga dengan nama Bleng. Pengunaan Boraks : Sebagai pengawet kayu, antiseptik jamur kayu dan pengontrol kecoak, Meski sudah dilarang boraks kerap ditemukan dalam berbagai jenis makanan seperti : bakso, kerupuk, pempek, gorengan dan lontong.

Ciri – ciri produk pangan yang mengandung boraks :

– Pada bakso,siomay,pempek dan lontong tekstrur lebih kompak, lebih kenyal dan lebih mengkilat.

– Pada kerupuk atau gorengan terasa lebih renyah dan garing.

Bahaya Boraks Terhadap Kesehatan.

Orang – orang sering mengkonsumsi makanan yang mengandung boraks akan terganggu kesehatannya. Nafsu makannya akan turun dan percernaanya terganggu. Kulitnya bisa mengering, bibir pecah – pecahm lidah merah dan terjadi radang selaput mata. Sering kali boraks juga menyebabkab penyakit anemia dan uka pada ginjal.

Sumber ; BADAN POM / DISPERINDAG

FORMALIN

Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain formalin : – Formol – Methylene aldehyde – Paraforin – Morbicid – Oxomethane – Polyoxymethylene glycols – Methanal – Formoform – Superlysoform – Formic aldehyde – Formalith – Tetraoxymethylene – Methyl oxide – Karsan – Trioxane – Oxymethylene – Methylene glycol.

Penggunaan formalin

Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang dan pakaian

* Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain

* Bahan pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak

* Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas

* Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea

* Bahan pembuatan produk parfum

* Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku

* Pencegah korosi untuk sumur minyak

* Bahan untuk insulasi busa

* Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)

* Dalam konsentrasi yag sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet.

Bahaya utama Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa : luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi dan bahaya kanker pada manusia.

BAKTERI STHAPILOCOCCUS AUREUS

Standar

Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan tersebar luas dibandingkan dengan organisme lainnya di bumi. Bakteri umumnya merupakan organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota/prokariot, tidak mengandung klorofil, serta berukuran mikroskopik (sangat kecil).

Bakteri memiliki jumlah spesies mencapai ratusan ribu atau bahkan lebih. Mereka ada di mana-mana mulai dari di tanah, di air, di organisme lain, dan lingkungan yang ramah maupun yang ekstrim.Tidak terkecuali terkandung dalam bahan makanan.

Ciri-Ciri Bakteri :

  • Umumnya tidak berklorofil
  • Hidupnya bebas atau sebagai parasit / patogen
  • Bentuknya beraneka ragam
  • Memiliki ukuran yang kecil rata-rata 1 s/d 5 mikron
  • Tidak mempunyai membran inti sel / prokariot
  • Kebanyakan uniseluler (memiliki satu sel)

Dalam kehidupan manusia, bakteri dapat bersifat menguntungkan maupun merugikan. Bakteri yang bersifat parasit cenderung merugikan manusia misalnya menyebabkan penyakit, merusak tanaman, menimbulkan bau yang tidak sedap dll. Bakteri dapat menguntungkan manusia misalnya, digunakan untuk pembuatan makanan dengan proses fermentasi, membantu menyuburkan tanah, pembuatan antibiotik, dan dalam pembusukan sisa makhluk hidup.

Bakteri Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri bola berpasang-pasangan atau berkelompak seperti buah anggur dengan diameter antara 0,8 mikron-1,0 mikron, non motil, tidak berspora dan bersifat gram positif. Namun, kadang-kadang ada yang bersifat gram negatif yaitu pada bakteri yang telah difagositosis atau pada biakan tua yang hamper mati. Bakteri Staphylococcus sering ditemukan sebagai mikroflora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Jenis bakteri ini dapat memproduksi enterotoksin yang menyebabkan pangan tercemar dan mengakibatkan keracunan pada manusia. Bakteri ini dapat diisolasi dari klinik, carriers, pangan dan lingkungan.

Secara klinis, Staphylococcus merupakan genus paling penting dari family Micrococcaceae. Genus ini dibagi menjadi dua kelompok besar : aureus dan non-aureus. S.aureus dikenal sebagai penyebab infeksi jaringan lunak, seperti toxic shock syndrome (TSS) dan scalded skin syndrome (SSS), yang dapat diketahui dari spesies Staphylococcus yang memberikan hasil positif pada tes koagulase. Beberapa strain mampu menghasilkan protein toksin yang sangat stabil terhadap panas yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia.

Bakteri ini tumbuh dengan baik pada suhu tubuh manusia dan juga pada pangan yang disimpan pada suhu kamar serta menghasilkan toksin pada suhu tersebut. Toksin ini disebut enterotoxin karena dapat menyebabkan gastroensentris atau radang lapisan saluran usus.

Staphylococcus ada di udara, debu, limbah, air, susu, pangan, peralatan makan, lingkungan, manusia dan hewan. Bakteri ini tumbuh dengan baik dalam pangan yang mengandung protein tinggi, gula tinggi, dan garam. Manusia dan hewan adalah tempat pertumbuhan yang utama. Staphylococcus ada dalam saluran hidung dan kerongkongan serta pada kulit dan rambut pada 50% atau lebih individu yang sehat. Resiko lebih tinggi terjadi pada mereka yang sering berhubungan dengan individu yang sakit atau kontak dengan lingkungan rumah sakit. Walaupun pengolah pangan merupakan sumber pencemaran pangan yang utama, peralatan dan lingkungan dapat juga menjadi sumber pencemaran S.aureus

Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 350C – 370C dengan suhu minimum 6,70 C dan suhu maksimum 45,40C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein, metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein.

Keracunan makanan Staphylococcus adalah penyakit dari usus-usus yang menyebabkan mual, muntah, diare, dan dehidrasi. Ia disebabkan oleh memakan makanan-makanan yang dicemari dengan racun-racun yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Gejala-gejala biasanya berkembang dalam waktu satu sampai enam jam setelah memakan makanan yang tercemar. Penyakit biasanya berlangsung untuk satu sampai tiga hari dan menghilang dengan sendirinya. Pasien-pasien dengan penyakit ini adalah tidak menular, karena racun-racun tidak ditularkan dari satu orang kelainnya.

Toxic shock syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh racun-racun yang dikeluarkan bakteri-bakteri S.aureus yang tumbuh dibawah kondisi-kondisi dimana ada sedikit atau tidak ada oksigen. Toxic shock syndrome dikarakteristikan oleh penimbulan tiba-tiba dari demam yang tinggi, muntah, diare, dan nyeri-nyeri otot, diikuti okeh tekanan darah rendah (hipotensi), yang dapat menjurus pada guncangan (shock) dan kematian.

Semua orang dapat terjangkit toksikasi bakteri ini. Namun, intensitas gejalanya bervariasi. Mencuci tangan dengan teknik yang benar, membersihkan peralatan dan membersihkan permukaan penyiapan pangan diperlukan untuk mencegah masuknya bakteri ke pangan teutama pangan yang tidak dipanaskan sebelum disiapkan seperti selada. Pangan harus didinginkan sampai dikonsumsi dan dibiarkan pada suhu kamar selama lebih dari dua jam.

 

 

  1. C. Persiapan medium

 

Penanam yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba di laboratorium disebut medium. Medium ini dibedakan menjadi tiga yaitu : medium cair, medium padat dan medium setengah padat.

 

Medium cair biasanya digunakan untuk membiakkan mikroba, misalnya Nutrient Broth, Glucose Broth dan sebagainya. Medium padat digunakan untuk membiakan mikroba dipermukaan sehingga membentuk koloni yang dapat dilihat, dihitung dan diisolasi misalnya Nutrien Agar, Plate Count Agar dan lain-lain. Medium setengah padat memiliki konsistensi atau kandungan diantara medium solid dan medium cair.

 

Medium yang digunakan harus disesuaikan dengan mikroba apa yang akan ditumbuhkan. Karena konsistensi dari suatu medium berbeda-beda dan kebutuhan makanan jenis mikroba satu dengan yang lain juga berbeda, maka pemilihan medium harus tepat. Kebutuhan dasar dari mikroba diantaranya yaitu air, karbon, energi, nitrogen, mineral, vitamin dan asam amino. Mikroba tertentu juga membutuhkan medium penumbuh yang memiliki pH tertentu. Maka pengaturan pH kadang perlu untuk pertumbuhan optimum dari mikroba yang akan ditumbuhkan.

 

  • Buffer Peptone Water

 

Dalam penanaman bakteri Staphylococcus Aureus ini digunakan media BPW (Buffer Peptone Water) sebagai larutan pengencer.

 

Komposisi dari  BPW diantaranya adalah:

1.  Peptone from casein                                     10.0gram

2.  Natrium chloride                                                         5.0gram

3.  Kalium dihidrogen phosphate                                      1.5gram

4.  Dintrium hydrogenphospate dodecahydrate     9.0gram

 

  • Bird Parker Agar (BPA)

BPA digunakan sebagai medium selektif dalam pengujian mikrobiologi bakteri Staphylococcus Aureus. Dalam medium ini terkandung lithium klorida dan tellurit untuk menumbuhkan mikroba-mikroba yang ada dalam sample juga mengandung piruvat dan glisin yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan  bakteri Staphylococcus.

Koloni bakteri Staphylococcus yang terjadi memiliki dua kenampakan pada medium buram ini (buram karena mengandung kuning telur) yaitu :

a)    Zona bening berbentuk cincin terbentuk dari lipolisis dan proteolisis

b)   Reduksi dari telurit menjadi tellurium menghasilkan warna hitam

 

Selain menggunakan kuning telur juga dapat menggunakan plasma darah bila koagulasi Staphilococcus tidak dapat terdeteksi secara singkat(Stadhouders et al, 1976).

 

Komposisi dari BPA medium

1.  Peptone from casein             10.0 gram

2.  Meat extract                                      5.0 gram

3.  Meast extract                                     1.0 gram

4.  Sodium pyruvate                               10.0 gram

5.  Glycine                                             12.0 gram

6.  Lithium chloride                                5.0 gram

7.  Agar-agar                                         15.0 gram

Juga perlu ditambahkan Egg-yolk tellurite emulsion 50 ml.

 

Standar

Bahaya dari MSG

“Kontroversi Monosodium Glutamate (MSG) pada Kesehatan dan Kecerdasan” yang juga merupakan scientific meeting Persagi DIY (28 Februari 2008), membuat saya bertanya-tanya. Tujuan scientific meeting ini adalah untuk memberitahukan kepada masyarakat tentang fakta ilmiah terbaru MSG. Akan tetapi, mengapa dibuat berakhir dengan kontroversi?

Pada seminar tersebut diungkapkan oleh Turiadi dari PT Ajinomoto sebagai pembicara ketiga, masalah-masalah kesehatan yang kerap dihubungkan dengan MSG adalah: kerusakan otak, Chinese Restaurant Syndrome, asma, akumulasi dalam darah, kanker, dan akibatnya pada janin. Selanjutnya, beliau mengungkapkan penelitian-penelitian terbaru mengenai permasalahan di atas.

KERUSAKAN OTAK

Olney (1969) mengungkapkan MSG dosis tinggi mungkin merusak fungsi otak manusia. Ia mengatakan hal ini karena penelitiannya pada bayi tikus (mencit) yang diberikan MSG dosis 0.5-4.0 g/kg berat badan (setara dengan 30-240 g/60 kg, ini merupakan dosis yang sangat tinggi). Hasilnya, terjadi kerusakan otak pada mencit tersebut. Penelitian ini di-counter dengan pernyataan, “suntikan dan makan paksa MSG sangat tidak relevan dengan konsumsi MSG secara normal bersama makanan. Pengaruh negatif tidak ada ketika MSG dosis tinggi ditambahkan ke dalam makanan.”

  1. Y Takasaki et. al. (1978) mengungkapkan bahwa ketika MSG diberikan secara oral kepada makanan, kadar plasma glutamate tidak berubah.
  2. Y Takasaki et. al. (1979) mengadakan penelitian yang hasilnya MSG di dalam makanan tidak menyebabkan pengaruh akut atau pun kerusakan otak jangka panjang.
  3. W Partridge (1979) meneliti: glutamat di dalam makanan tidak dapat menembus otak karena mekanisme blood-brain barrier.
  4. J Fernstorm (1994) mengungkapkan bahwa glutamat dalam makanan tidak berpengaruh buruk terhadap fungsi normal otak.
  5. Q Smith (2000) menemukan bahwa glutamat di dalam otak selalu terjaga konstan terpisah dari glutamat di dalam sistem peredaran dalam tubuh

CHINESE RESTAURANT SYNDROME

Terjadi perbedaan pendapat mengenai penyebab chinese restaurant syndrome. Di dunia kesehatan, hal ini merupakan scientific controversy. Tarrasoft dan Kelly (1993) melakukan penelitian kepada 71 orang sehat dengan memberikan MSG tanpa makanan. Hasilnya, MSG tidak menimbulkan reaksi apa-apa pada sebagian besar orang. Sebagian kecil orang bereaksi terhadap MSG tetapi hasilnya tidak konsisten. Lalu pada tahun 2000, Geha et al. melakukan penelitian dengan multicenter double blinded PC (4 protokol) dengan melibatkan 130 orang yang sensitif terhadap MSG. Mereka diminta mengkonsumsi MSG dengan dan tanpa makanan. Namun hasilnya, MSG tidak menimbulkan reaksi apabila diberikan bersama makanan. MSG dosis tinggi bisa menimbulkan reaksi pada individu yang sensistif apabila dikonsumsi tidak bersama makanan, namun reaksinya tidak konsisten dan cepat hilang.

ASMA

Terlihat perbedaan signifikan antara penelitian awal dengan penelitian mutakhir. Penelitian awal (Allen et al., 1987) menyebutkan MSG memicu reaksi asma. Tetapi penelitian ini menggunakan metode single blinded PC dengan menghentikan konsumsi obat asma. Penelitian ini kemudian dilakukan kembali oleh Woessner et al., (1999) yang menggunakan metode single blinded PC dan double blinded PC dengan meneruskan konsumsi obat plasma. Dan hasilnya, ternyata MSG tidak menimbulkan reaksi asma pada subjek. Jadi, bisa dilihat kesalahan metode pada penelitian awal yang menyebabkan hasilnya berbeda dengan yang seharusnya.

AKUMULASI DALAM DARAH

Apakah konsumsi MSG dalam jangka panjang menyebabkannya terakumulasi dalam darah? Jawabannya adalah tidak. Hal ini dibuktikan oleh Vichai et al., 2000, yang melakukan penelitian terhadap 10 orang subjek yang mengkonsumsi MSG selama 1 tahun, dan 10 orang yang tidak mengkonsumsi MSG, sebagai kontrol. Penelitian ini menunjukkan bahwa glutamat tidak terakumulasi di dalam plasma pemakai MSG dan meyakinkan keamanan konsumsi MSG dalam jangka panjang.

KANKER

Belum ada penelitian yang membuktikan MSG sebagai penyebab kanker. Sejauh ini, penyebab kanker adalah radikal bebas yang terbentuk dari Heterocyclic Amines (HCAs, dari pembakaran daging), Polycyclic Hydrocarbon (PAH), dan bahan-bahan karsinogenik lainnya.

AKIBAT MSG PADA JANIN

Eksperimen pada kera rhesus (Reeds et al., 2000) yang disuntik MSG pada trimester akhir menunjukkan bahwa cairan MSG yang diinjeksikan ke induk tidak mempengaruhi janin karena perlindungan placenta, kecuali cairan MSG yang diinjeksikan dosisnya sangat tinggi (di atas 200 mikromol/dl, di atas nilai ambang batas).

KEAMANAN MSG

Penelitian oleh JECFA (komite gabungan FAO dan WHO untuk bahan makanan tambahan) mengevaluasi keamanan glutamat di tahun 1970, 1971, 1974, dan 1987. JECFA menyimpulkan “ADI not specified” (Acceptable Daily Intake not specified, generally recognized as safe) . Artinya, MSG digolongkan memiliki toksisitas yang sangat rendah namun tidak menimbulkan bahaya.

Evaluasi oleh European Community pada tahun 1991 juga menyatakan hal yang sama, yaitu: ADI not specified.

US FDA pada tahun 1995 melakukan review data ilmiah MSG, dan hasilnya keamanan MSG sebagai bahan makanan perlu dikonfirmasi lagi.

Saya pribadi, semakin mencari data ilmiah mengenai hal ini, semakin bingung untuk menentukan, aman atau tidak, baik itu bagi saya, keluarga saya, bayi saya (nantinya), orang-orang di sekeliling saya, dan juga masyarakat karena saya berkewajiban menginformasikan mana yang benar dan mana yang salah. Penelitian-penelitian mengenai MSG sudah tersedia. Baik itu buku-buku dan jurnal-jurnal ilmiah, baik itu luar negeri, maupun dalam negeri (sebab kita membutuhkan data yang mencerminkan keadaan bangsa kita, bukan bangsa lain). Data ini menunggu untuk untuk diolah. Saran saya adalah risk assessment pada monosodium glutamate di Indonesia, seperti pada Risk Assessment Aflatoksin pada 10 Kecap Produksi Nasional.

Mari Indonesia bangkit, demi ketahanan pangan di negeri kita. Jangan mau kalah dengan bangsa lain. Terapkan standar kemanan pangan sehingga bangsa lain tak bisa bebas membuang menjual sesuatu yang tak aman kita konsumsi.

http://geasy.wordpress.com/2008/03/07/msg-mengapa-masih-kontroversi/

Taoge

Standar

Taoge merupakan kecambah yang berasal dari biji-bijian, seperti kacang hijau, yang memiliki bagian putih dengan panjang hingga tiga sentimeter. Bentuk kecambah diperolah setelah biji diproses selama beberapa hari. Bentuk taoge memang tergolong kecil dibandingkan dengan jenis sayuran lain, meskipun begitu, tumbuhan ini memiliki kandungan manfaat yang tidak kecil. Sayuran taoge jenis apapun, baik taoge kacang hijau, taoge kedelai, taoge alfafa, maupun jenis taoge lainnya mengandung banyak sekali senyawa fitokimiawi yang sangat berkhasiat. Salah satunya adalah kanavanin (canavanine), jenis asam amino bahan penyusun arginin yang paling banyak tersimpan dalam taoge alfafa.

Jika dibandingkan dengan bijinya, kecambah atau taoge lebih bergizi. Protein taoge lebih tinggi 19 persen dibandingkan dengan kandungan protein dalam biji aslinya. Kenapa bisa begitu? hal ini disebabkan, selama proses menjadi kecambah, terjadi pembentukan asam-asam amino esensial yang merupakan penyusun protein.

TAOGE BAGI KESEHATAN

Banyak sekali manfaat yang kita peroleh dari tumbuhan yang sangat kecil ini, diantaranya adalah:

Mencegah Kanker

Proses menjadi taoge telah menguraikan 90 persen rantai olisakarida menjadi karbohidrat sederhana, sehingga senyawa tersebut mudah sekali diserap tubuh, tanpa menghasilkan gas. Karena mengandung banyak serat dan air, taoge membantu pengurasan kotoran dalam usus besar. Hal ini menjadi kekuatan ganda taoge dalam memerangi kanker. Dengan mendorong kotoran segera meinggalkan usus besar, sehingga tidak ada lagi zat-zat racun dalam kotoran yang dapat diserap tubuh. Dan ini akan mencegah menumpuknya zat racun yang dapat merangsang berseminya benih kanker.

Mencegah Serangan Jantung dan Stroke

Para penyandang resiko stroke dan serangan jantung yang banyak disebabkan karena kadar lemak darah melambung, dianjurkan untuk lebih banyak makan taoge. Hal ini disebabkan, saponin dalam taoge akan mengahancurkan lemak jahat LDL tanpa megganggu kandungan lemak yang baik HDL. Dan saponin yang besar dapat diperoleh dalam taoge alfafa ketika proses biji-bijian menjadi kecambah, yang secara umum kadar saponinnya naik 450 persen.

Mencegah Osteoporosis

Estrogen alami yang terdapat dalam taoge dapat berfungsi sama dengan estrogen sintetis, tetapi keunggulannya estrogen alami tak memiliki efek samping. Sehingga estrogen dalam taoge secara nyata dapat meningkatkan kepadatan tulang, susunan tulang dan mencegah keroposnya tulang.

Membangkitkan Sistem Kekebalan Tubuh

Saponin taoge juga dapat membangkitkan sistem kekebalan tubuh, yaitu dengan cara meningkatkan aktivitas sel pembuluh alami (natural killer cell), khususnya sel T-limfosit dan interferon. Selain sarat DNA, taoge kaya akan zat antioksidan yang membentengi tubuh dari radikal bebas perusak sel DNA.

Manfaat Lainnya

Karena bersifat alkali (basa), maka taoge sangat baik untuk menjaga keasaman lambung dan memperlancar pencernaan. Taoge juga baik untuk kecantikan, yaitu membantu meremajakan dan menghaluskan kulit, menghilangkan flek-flek hitam pada wajah, menyembuhkan jerawat, menyuburkan rambut dan juga melangsikan tubuh. Karena mengandung Vitamin E, taoge juga dapat membantu meningkatkan kesuburan. Bagi wanita yang rajin makan taoge, akan membantu terhindar dari kanker payudara, gangguan menjelang menstruasi, pramenopause dan gangguan akibat menopause

Jadi mulai sekarang, apa salahnya untuk mencoba memusatkan perhatian kita terhadap tumbuhan di sekitar rumah, jangan tergantung kepada obat-obatan yang banyak mengandung bahan kimia, penyakit yang satu sembuh tetapi penyakit yang lain datang. Jangan pernah meremehkan sesuatu yang kecil, karena siapa tahu di balik bentuknya yang kecil tersimpan manfaat yang sangat besar